Bangsa Israil sudah tinggal di Tanah Kanaan, tanah yang Allah janjikan kepada mereka sejak zaman Nabi Ibrahim. Mereka taat kepada perintah Allah sampai Nabi
Yosua meninggal. Tetapi setelah Nabi Yosua meninggal, mereka tidak taat lagi kepada Allah. Karena tidak taat, mereka dihukum oleh Allah. Allah membiarkan mereka dikalahkan oleh pihak musuh. Sebetulnya jika umat Israil mau mengakui dosa mereka, Allah akan memilih seorang pemimpin yang akan menolong bangsa Israil mengalahkan musuh mereka. Pemimpin itu disebut hakim.
Lama kelamaan, bangsa Israil sadar bahwa negeri-negeri lain dipimpin oleh seorang raja. Mereka juga ingin mempunyai seorang raja. Jadi, Allah memilih seorang raja bagi mereka.
Raja yang paling dikasihi oleh Allah bernama Daud. Raja Daud adalah seorang nabi juga. Sebelum ia menjadi raja, yaitu ketika Nabi Daud masih remaja, ayahnya memberi dia tugas, yaitu menggembalakan domba-domba setiap hari. Nabi Daud juga pandai bermain kecapi dan pandai bernyanyi.
Pada suatu hari ketika Nabi Daud sedang menggembalakan domba-domba itu, tiba-tiba seekor singa mau menerkam domba-domba itu; mungkin singa itu juga mau menerkam dia. Singa itu makin mendekat, dan mengaum-ngaum, siap menerkam. Domba-dombanya ketakutan, lalu lari terbirit-birit. Nabi Daud melihat ke belakang; ia tertkejut sekali melihat bahwa singa itu sudah begitu dekat. Lalu Nabi Daud mengambil katapel. Ia memasang batu pada katapel itu, lalu mengayunkannya, dan …. plak! Kepala singa itu kena batu, lalu singa itu roboh. Nabi Daud juga pernah membunuh beruang yang mengganggu domba-domba yang digembalakannya. Ia selalu ingin menyelamatkan domba-domba ayahnya.
Setiap kali ia menjaga domba-domba ayahnya, sering ia memainkan kecapi sambil bernyanyi. Kata-kata dalam nyanyiannya itu adalah karangan Nabi Daud sendiri. Ia memuji Allah dengan nyanyiannya itu.
Pada suatu ketika, tentara Filistin maju berperang, hendak menyerbu tentara Israil. Raja Israil yang pada waktu itu memerintah adalah Raja Saul. Mengetahui ada serangan dari tentara Filistin, Raja Saul segera mengatur tentaranya untuk melawan musuh. Tiga kakak Nabi Daud yang tertua pun ikut dalam peperangan, bergabung dengan tentara Israil.
Pada suatu sore, sepulang dari ladang, Nabi Daud melihat ayahnya sibuk menyiapkan makanan. Ia bertanya, “Untuk siapa itu, Ayah?”
Jawab ayahnya, “Ini untuk kakak-kakakmu yang sedang dalam peperangan. Barangkali mereka kelaparan. Antarkan segera, ya!”
“Ya, Ayah,” katanya dengan patuh.
Berangkatlah Nabi Daud untuk menemui kakak-kakaknya. Ia hendak menyerahkan makanan dari ayahnya. Setelah ia sampai di perkemahan tentara Israil, ia heran, mengapa mereka semua pucat.
Nabi Daud bertanya, “Apa yang terjadi?” Salah seorang tentara berkata kepada Nabi Daud, “Coba dengarkan perkataan raksasa itu, ‘Hai, tentara Israil! Suruhlah jagoanmu melawan aku. Satu lawan satu. Kalau ia membunuh aku, kami akan menjadi budak kalian. Kalau ia dapat kubunuh, kalian menjadi budak kami!”
Lalu Nabi Daud bertanya, “Siapa dia? Mengapa dia memandang rendah tentara Allah?” Jawab salah seorang tentara kepadanya, “Goliat! Ia paling besar dan paling jago di antara tentara Filistin. Tak seorang pun yang berani melawan dia.”
Jawab Nabi Daud, “Tidak ada seorang pun? Mengapa? Bukankah kita ini tentara Allah yang hidup?” Tentara yang lainnya lagi berkata, “Sok jagoan kau! Awas, itu kakak-kakakmu datang.”
Lalu Nabi Daud menemui kakak-kakaknya. Mereka tidak senang melihat Nabi Daud, adiknya, datang di medan pertempuran. Kakak tertuanya berkata, “Apa urusanmu ke mari? Siapa yang menjaga domba-domba kita, ha!”
“Aku disuruh Ayah mengantar makanan untuk Kakak. Aku hanya tanya kepada salah seorang tentara di sini, ‘Kenapa tidak ada yang berani melawan raksasa itu?’” Kakaknya membantah Nabi Daud, “Terlalu! Aku tahu kejahatan hatimu. Kau hanya mau melihat pertempuran.”
Lalu jawab Nabi Daud, “Kak, aku tidak takut melawan raksasa itu.” Agar kakaknya tidak marah terus, maka Nabi Daud pergi bertanya kepada tentara yang lain tentang raksasa itu.
Sementara itu Raja Saul berkata kepada pasukan tentaranya, “Tiap hari raksasa itu menghina kita. Tidak ada yang berani melawan ia, walaupun aku berjanji memberikan putriku kepada orang yang dapat membunuhnya.”
Jawab salah seorang tentara, “Rajaku, ada yang berani melawan Goliat.” Lalu kata Raja, “Cepat bawa ke sini!” Tebaklah, siapa yang dibawa ke hadapan Raja Saul? Ya, Nabi Daud.
Waktu Nabi Daud menghadap Raja Saul, sang raja sangat heran; lalu ia berkata, “Nak, mana mungkin kau dapat membunuh Goliat!”
Kata Nabi Daud, “Allah telah menolong saya membunuh singa dan beruang. Sekarang pun Ia masih akan menolong saya.”
“Mungkin kau benar,” kata Raja. “Yang jelas, jika kau berani, lawanlah dia. Semoga Allah menyertai engkau. Pakailah baju perangku.”
Baju perang sang raja dipakaikan kepada Nabi Daud. Setelah lengkap semua, Nabi Daud mencoba berjalan, lalu ia berkata, “Aduh, saya tidak dapat berjalan. Saya tidak dapat memakai pakaian seperti ini.”
Lalu dilepaskannya semua perlengkapan perang yang dipakaikan kepadanya. Nabi Daud membawa tongkat, katapel dan lima buah batu yang diambil dari dasar sungai. Tentara Israil dan Filistin hanya memperhatikan Nabi Daud dan Goliat.
Kata Goliat, “Kau kira aku ini anjing, maka kau melawan aku dengan tongkat dan batu, ha!? Dagingmu akan kuberikan kepada binatang buas.”
Jawab Nabi Daud, “Kau maju dengan senjata lengkap, tapi aku dengan nama Allah Yang Mahakuasa. Allah pasti akan membuat aku menang.” Goliat tertawa terbahak-bahak. Tetapi saat itu Nabi Daud mengayunkan katapelnya, dan …. batu itu berdesing sampai … plak!
Batu bidikan Nabi Daud tepat mengenai dahi Goliat. Raksasa itu terhuyung- huyung, dan tiba-tiba roboh. Nabi Daud segera lari mendekatinya. Ia menghunus pedang Goliat, lalu kepala Goliat dipenggalnya.
Lalu Nabi Daud berkata, “Ayo, maju … serang …!” Maka beranilah semua tentara Israil, maju menyerang tentara Filistin. Semua tentara panik dan lari tunggang langgang. Tentara Israil menang.
Beberapa tahun kemudian, Nabi Daud menjadi raja bangsa Israil. Allah berjanji kepada Nabi Daud bahwa salah seorang dari keturunan Nabi Daud akan mengalahkan si Iblis dan menyelamatkan dunia.
Nabi Daud percaya kepada janji Allah karena dia tahu bahwa Allah tidak akan melupakan janji-Nya.