Setelah zaman Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, ada seorang nabi baru yang diutus oleh Allah, namanya Elia (atau Ilyas). Nabi Elia tinggal di negeri Israil ketika negeri itu dipimpin oleh seorang raja yang jahat sekali. Nama raja yang jahat itu adalah Ahab. Raja Ahab menyuruh orang Israil untuk menyembah patung dan dewa-dewa. Mungkin dialah raja Israil yang paling jahat. Oleh karena kejahatan Raja Ahab, Allah Yang Maha Esa menjadi marah. Allah menyuruh Nabi Elia pergi kepada Raja Ahab dan berkata, “Selama dua atau tiga tahun tidak akan ada embun atau hujan sedikit pun, kecuali saya mengatakannya.”
Setelah itu Allah berkata kepada Nabi Elia, “Pergilah ke anak Sungai Kerit dan bersembunyilah di sana. Engkau dapat minum dari anak sungai itu, dan burung gagak akan Kusuruh membawa makanan untukmu.”
Nabi Elia menuruti perintah Allah dan pergi ke anak Sungai Kerit. Ia minum dari anak sungai itu, makan roti dan daging yang dibawa oleh burung gagak setiap pagi dan setiap sore. Setelah beberapa waktu lamanya, anak sungai itu pun kering karena tidak ada hujan.
Kemudian Allah berkata kepada Nabi Elia, “Sekarang kau harus pergi ke kota Sarfat dan tinggal di sana. Di situ ada seorang janda yang akan memberi kamu makan.”
Maka pergilah Nabi Elia ke Sarfat. Ketika Nabi Elia tiba di kota itu, ia melihat seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu api. Lalu Nabi Elia mendekati janda itu dan berkata, “Ibu, tolong ambilkan sedikit air minum untuk saya.” Ketika janda itu sedang berjalan untuk mengambil air itu, Nabi Elia berseru, “Ibu, bawakanlah juga sedikit roti.”
Janda itu menjawab, “Maaf, Pak, saya bersumpah bahwa saya tidak punya roti. Saya hanya mempunyai segenggam tepung terigu di dalam mangkuk, dan sedikit minyak zaitun di dalam botol. Saya sedang mengumpulkan kayu api untuk memasak bahan yang sedikit itu supaya saya dan anak saya bisa makan. Itulah makanan kami yang terakhir; sesudah itu kamipun akan mati.”
“Jangan khawatir, Ibu!” kata Nabi Elia kepadanya. “Silakan Ibu membuat makanan untuk Ibu dan anak Ibu. Tapi sebelum itu buatlah dahulu satu roti kecil dari tepung dan minyak itu, dan bawalah kepada saya. Sebab Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah, mengatakan bahwa mangkuk itu akan selalu berisi tepung, dan botol itu akan selalu berisi minyak sampai Allah mengirim hujan ke bumi.”
Janda itu percaya kepada kata-kata Nabi Elia. Ia pergi untuk melakukan apa yang dikatakan Nabi Elia. Ia membuat roti kecil dan memberikannya kepada Nabi Elia.
Nabi Elia makan, dan janda itu membuat roti juga untuk dirinya sendiri dan untuk anaknya. Hari berikutnya masih ada sedikit tepung dan sedikit minyak untuk membuat roti lagi. Seperti yang sudah dikatakan Allah melalui Nabi Elia, mangkuk itu selalu berisi tepung, dan botol itu pun selalu berisi minyak. Mereka bertiga mempunyai cukup persediaan makanan untuk hampir 3 tahun selama musim kemarau itu yang panjang sekali.
Beberapa waktu kemudian anak janda itu jatuh sakit dan meninggal. Janda itu memanggil Nabi Elia dan berkata, “Hamba Allah, mengapa Bapak melakukan hal ini terhadap saya? Apakah Bapak datang untuk menyebabkan Allah ingat akan dosa saya sehingga anak saya harus meninggal?”
Nabi Elia mengambil anak laki-laki itu dan membawanya ke kamarnya sendiri. Nabi Elia membaringkan anak itu di atas tempat tidur, lalu berdoa dengan suara yang keras, “Ya Allah, Ya Tuhanku, mengapa Engkau mendatangkan kemalangan ini ke atas janda ini? Ia sudah memberi roti kepadaku dan sekarang Engkau membunuh anaknya!”
Tiga kali Nabi Elia menelungkupkan badannya di atas anak itu, sambil berdoa, “Ya Allah, Ya Tuhanku, hidupkanlah kiranya anak ini!” Allah mendengarkan doa Nabi Elia; anak itu mulai bernapas dan hidup kembali. Lalu Nabi Elia membawa anak itu kepada ibunya dan berkata, “Ibu, ini anak Ibu! Ia sudah hidup kembali!”
Janda itu menjawab, “Sekarang saya tahu bahwa Bapak adalah hamba Allah dan perkataan Bapak memang benar dari Allah!”