NABI ADAM DAN SITI HAWA
Pada mulanya Allah menciptakan Nabi Adam dan Siti Hawa. Ia menempatkan mereka di sebuah taman yang indah seperti firdaus. Taman itu Eden namanya. Allah memberi mereka segala sesuatu yang mereka perlukitaan.
Allah sendiri sangat dekat dengan mereka, dan segala sesuatu sempurna adanya. Di antara hal-hal indah yang Allah berikan kepada mereka ada dua pohon istimewa di taman itu – pohon kehidupan dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Pohon yang kedua ada kalanya disebut pohon kuldi. Allah memberitahu mereka supaya mereka tidak memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Kalau mereka melanggar perkataan Allah, mereka akan mati. Kalau mereka makan buah pohon yang pertama, yaitu pohon kehidupan, mereka akan hidup selamanya. Allah tidak melarang mereka makan buah pohon kehidupan. Tampaknya Allah bermaksud supaya mereka hidup selamanya bersama Dia. Menyedihkan sekali, itu tidak terjadi.
Selain Nabi Adam dan istrinya, Siti Hawa, ada musuh di taman itu – Iblis. Iblis menyamar menjadi ular dan datang untuk menggoda Hawa. Ia bertanya kepada Hawa, “Apakah Allah berkata kamu tidak boleh makan buah pohon kuldi?” Hawa menjawab bahwa kalau mereka makan buah pohon itu, mereka akan mati.
Tetapi Iblis membujuk, kalau mereka makan buah itu mereka justru akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat. Hawa tidak tahu perbedaan antara yang baik dan yang jahat. Di tempat Allah yang sempurna itu ia hanya mengetahui yang baik saja. Ia belum pernah mengalami sesuatu yang jahat. Mengapa Hawa ingin mengetahui yang jahat? Rupanya ia tertarik untuk menjadi seperti Allah, maka ia mengulurkan tangannya dan makan buah pohon kuldi. Buah itu diberikannya juga kepada Adam. Adam juga memakannya. Apa yang terjadi? Apakah mereka menjadi seperti Allah?
Nabi Adam dan Siti Hawa telah melakukan sesuatu yang buruk. Mereka tidak menaati perkataan Allah. Mereka pun TIDAK menjadi seperti Allah. Bukannya mempercayai kebenaran perkataan Allah, mereka malah mempercayai dusta si Iblis, maka tertipulah mereka.
Seketika itu juga mereka merasa telanjang dan menjadi malu. Mereka mengambil dedaunan untuk menutupi ketelanjangannya. Apakah Allah tahu apa yang telah mereka perbuat? Tentu saja. Kemudian Allah datang untuk berbicara dengan mereka. Ia memanggil nama mereka, tetapi mereka menyembunyikan diri. Sesungguhnya tidak ada orang yang dapat menyembunyikan diri dari Allah! Allah membuat mereka menghadap Dia supaya mereka berbicara kepada-Nya.
Allah berkata kepada Adam, “Katakan apa yang telah kauperbuat?” Adam menunjuk kepada Hawa yang memberinya buah pohon terlarang itu. Allah berkata kepada Hawa, “Jelaskan apa yang telah kau perbuat.” Hawa mempersalahkan ular itu. Betapa menyedihkan! Orang-orang pada zaman sekarang pun masih melakukan hal yang sama saat mereka tidak menaati Allah. Mereka berusaha menutup-nutupi perbuatannya dengan sesuatu yang indah, mereka bersembunyi dari Allah, atau mempersalahkan orang lain.
Selalu ada akibatnya bila seseorang tidak menaati perkataan Allah. Allah mahapengasih, tetapi Ia juga kudus dan adil. Ia harus menghukum kejahatan; akibat dosa ialah maut. Allah berkata kepada Nabi Adam bahwa Adam terkutuk dan bahwa Adam harus bersusah payah mencari nafkah.
Siti Hawa juga dikutuk. Suaminya akan berkuasa atas dirinya. Dengan susah payah dan dengan kesakitan Hawa akan melahirkan anak-anaknya. Iblis – si musuh itu – juga dikutuk. Allah berjanji untuk mengutus Penyelamat yang akan meremukkan kepala si ular. Penyelamat itu sendiri akan diremukkan tumit-Nya oleh si ular. Ini perkataan yang aneh, namun artinya akan menjadi jelas pada waktunya.
Sesudah itu Allah mengambil kulit binatang dan membuat pakaian yang pantas bagi Nabi Adam dan Siti Hawa – bukan dari dedaunan. Seekor binatang yang tidak bersalah harus mati sebagai lambang penghapusan dosa orang tua kita yang mula-mula itu. Ini kurban pertama. Ini menggambarkan dua hal. Pertama, dosa selalu membawa kematian. Kedua, hanya Allah saja yang dapat menghapus dosa.
Kemudian Allah mengusir Adam dan Hawa dari Taman itu. Seorang malaikat dengan pedang yang menyala-nyala berjaga-jaga di situ supaya mereka tidak kembali ke tempat yang dekat dengan Allah.
Cerita diambil dari Kitab Suci Taurat, Kejadian 2-3
Comments 5