Apa yang membedakan Gereja Baptis dengan denominasi atau sinode yang lain?
Apakah desain tempat ibadah yang berbeda? Apakah pujian-pujian atau buku nyanyian yang dipakai berbeda?
Apakah gaya musik yang disukai berbeda? Apakah pakaian ketika ikut ibadah raya yang berbeda?
Memang hal tersebut bisa jadi sebagian dari perbedaannya, namun pada dasarnya, umat Baptis memiliki satu visi bagi gereja – visi itu termasuk keanggotaan gereja adalah orang-orang yg telah dilahiran kembali.
Atau dalam istiliah yg lain seperti dijelaskan oleh orang teolog Baptis John Hammett, “Ada desakan terhadap gereja itu harus mempunyai orang yg sudah percaya saja. Itulah yang menjadi pembeda gereja Baptis.”
(Hammett, Biblical Foundations for Baptist Churches, 81.)
Bagian terutama dari ekklesiologi Baptis memiliki gelar lain secara Alkitabiah dan teologis: Keimaman bagi Orang Percaya
Keyakinan tersebut yg mendasarinya sudah menjadi sangat penting dalam eklesiologi Baptis, merupakan bagian dari dasar kongregasional.
Seperti yang dijelaskan Hammett, “Semenjak setiap orang percaya adalah imam, dan hanya orang percaya yang menjadi anggota gereja, umat Baptis menyakini bahwa setiap imam sebagai anggota gereja sanggup dan bertanggung jawab untuk membantu gerejanya untuk menemukan arahan dari Allah bagi hidupnya.” (Ibid., 45-46.)
Akan tetapi kebenaran ini tidak saja tentang bagaimana cara memerintahkan gereja (kongregasionalisme), tetap bagaimana cara kita mengerti, mengatur dan melaksanakan pelayanan gereja.
Hal ini benar, mungkin secara khusus, bagaimana cara kita memimpin gereja untuk melakukan pelayanan. Seperti yang Paulus sampaikan dalam Efesus 4:12, pemimpin adalah karunia bagi gereja untuk melengkapi orang kudus bagi pekerjaan pelayanan.
Masalahnya adalah banyak gereja baptis kita yang meninggikan pendeta sendiri sebagai imam atas jemaatnya. Ketika hal ini terjadi, hanya pendeta sendiri melakukan pelayanannya.
Atau kita meninggikan pendetanya sebagai imam besar supaya gerejanya dilibatkan dalam pelayanan namun pendeta kita menjadi penghubung atau link rohani antara jemaat dan Allah.
Oleh karena itu, kita seharusnya tidak terkejut bahwa banya pendeta patah semangat, banyak anggota gereja datang, duduk, diam (Sudah terlepas dari pekerjaan pelayanan) dan banyak gereja kita merasa setengah hidup.
Konsep imamat orang percaya adalah inti dari rencana Allah sejak awal mula dan sudah terlihat dari Adam melalui Israel dan digenapi dalam Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Juga konsep tersebut merupakan pusat dari rancangan Allah dan maksud bagi gereja kita.
Kita perlu mengembalikan dasar yg teguh Alkitabiah- teologis untuk imamat orang percaya, dibawah Kristus Imam Besar kita, dan kita harus bekerja agar gereja kita hidup dan melakukan pelayanan seperti konsep ini benar.
Adam dalam Taman Eden
Kitab Kejadian dimulai dengan cerita yg indah tentang Allah sebagai Sang Pencipta atas manusia dan segalaya. Dalam pasal 2 narasi yg dimulai dalam kemuliaan kosmik secara intim berfokus pada Tuhan yang menanam sebuah taman (Kej. 2:8)
Ketika kita membaca tentang taman ini secara keseluruhan Perjanjian Lama dalam konteksnya, kita melihat bahwa Taman Eden ini dinyatakan seperti mikrokosmos bait Allah.
Bahkan, sejumlah ahli Perjanjian Lama sudah melihat kesetaraan yang nyata di antara Bait Allah yg akan dibangun di Israel dan Taman Eden.
Kesamaan tersebut bisa diringkas sebagai berikut:
1. Kata yg sama dalam Bahasa Ibrani yg dipakai untuk Allah “berjalan bolak-balik” dalam Taman Eden (Kejadian 3:8) juga dipakai untuk menjelaskan kehadiran Allah dalam tabernakel (Imamat 26:12; Ulangan 23:15, 2 Samuel 7:6-7)
2. Ketika Allah berjumpa dengan Adan dam Hawa didalam Taman Eden, demikian juga Allah akan berjumpa dari atas tahta belas kasihan-Nya (Keluaran 25:22).
(cf. Alexander, Paradise to the Promised Land, 21-23; For others who likewise note similar connections
cf. Kline, Eden to the New Jerusalem, 21-23; Beale, Church’s Mission, 66-80; Dumbrell, Faith of Israel, 19-20; Waltke, Genesis, 57-75; Gentry and Wellum, Kingdom through Covenant, 211-16; Leveson, Sinai and Z)
3. Karena adanya makanan yang berkelimpahan di Taman Eden, demikian juga ada roti sajian di atas meja (Kejadian 2:9)
Kristus Adalah Imam Besar Kita
Di dalam Anak Allah yg kekal, Tuhan kita Yesus Kristus, semua tujuan Tuhan, desain-Nya dan perintah-Nya untuk manusia sudah terpenuhi.
Dia yang menjalankan hidup penuh dengan kasih dan ketaatan (kepatuhan) kepada Allah Bapak yang tidak bisa kita lakukan.
Dia menjalankan hidup yg terbenar dan sempurna.
Dan Yesuslah, dengan sempurna, yang memenuhi tugas imam, di mana keduanya Adam dan Israel pernah gagal sebelumnya.
Di mana mereka pernah gagal untuk menahankan kekudusan Taman yaitu Bait Suci dulu, Yesus Kristus menahankan kesuciannya.
Yohanes mencatat bahwa ketika Yesus melihat orang yg menghasilkan profit di dalam Bait Suci, “membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. (Yoh 2:15)
Dia mengusir hal itu, keluar dari Bait Suci, untuk menguduskan (memisahkan) Bait Suci itu supaya bisa menjadi tempat untuk ibadah yg suci.
Apa yg dicatat oleh Yohanes selanjutnya bahkan lebih menarik: (YOHANES 2:18-21)
Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” … 2:21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Otoritas (kuasa) yg mana dimiliki oleh Yesus untuk menjaga dan menahan Bait Suci yg fisik?
Adanya bahwa tubuhnya sendiri adalah Bait Suci – dan dia sendiri adalah hadirat tabernakel Allah yg diam beserta kita.
Itu sebabnya hanya satu pasal sebelumnya Yohanes bisa menuliskan bahwa Firman Allah, di dalam Yesus Kristus, “menjadi manusia dan diam (yg berarti ber-tabernakel) di antara kita (Yohanes 1:14)
Dan cahayanya bahwa Israel sudah gagal dan tidak jadi, Yesus Kristus ada cahaya terse but di dalam diri sendiri
Dialah yg sang “Terang Dunia” dan terang yg “menerangkan dalam kegelapan”.
Lukas mencatat bahwa Yesus adalah “Yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” (Lukas 2:32)
Demikian juga, Matius mencatat bahwa Yesus sendiri yg menggenapi apg yg dituliskan dalam Yesaya 9:2 “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.”
Wahyu 21:22-23 “Dan aku tidak melihat Bait Suci di dalamnya; sebab Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu. Dan kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba itu adalah lampunya.”
Itu sebabnya, sebagaimana penulis Kitab Ibrani menerangkan dengan sangat jelas, Yesus adalah Imam Besar kita.
Di dalam bangsa Israel pada zaman Perjanjian Lama, sama seperti bangsa Israel pada hari ini, perayaan yg besar dan pusat untuk sembayang Yahudi dilakukan pada Hari Raya Pendamaian.
Pada hari itu di dalam setiap tahun yg mengumpulkan kebaktian dari setiap hari yg lainnya. Dengan Perayaan Hari Raya Pendamian itu, ada persembahan yg diberikan kepada Allah yg mengumpulkan semua persembahan yg dilakukan harian di dalam Bait Suci.
Pada hari itu, Penyembahan dan syafat dari semua Israel dipimpin oleh satu orang, sang Imam besar. Pertimbangkan sebentar pada symbolisme dari hari itu.
Hal yg pertama, si imam besar berdiri di depan umatnya sebagai wakil dipilih secara ilahi. Hal ini dilembangkan oleh kenyataan nama-nama mereka terukir dan berbajuzirahkan dan bahunya sebagai peringatan di hadapan Allah….
Kita dapat membayangkan (memvisualisasikan) si imam besar di dalam Bait Suci bersyafaat untuk seluruh bangsa Israel, dan semua Israel di luar juga bersyafaat – sebuah volum doa yang besar dipanjatkan kepada Allah, dipimpin oleh si imam besar (JBT, 48-49).
“Pada Hari Pendamaian, si imam besar, dalam tugas mewakili Yahweh kepada Israel dan Israel kepada Yahweh, membawa Firman Allah yg penuh dengan kasih karunia dan penerimaan kepada orang- orang, dan, atas nama seluruh Israel, mengakui dosa-dosa mereka dengan memberikan kesaksian akan penghakiman Allah di mempersembahkan korban pengorbanan dan memercikkan darah di tempat pendamaian (JBT, 56)”.
Yesus datang sebagai manusia dan mengorbankan diri, bersyafaat untuk kita atau istilahnya menjadi pengantara untuk kita, mengembalikan kepada orang dengan damai.
Kita diselamatkan untuk menjadi kerajaan imam-imam, Wahyu 1:6, 5:10; pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus 1 Petrus 2:5. Kita harus menjaga kesucian bait Allah 1 Korintius 3:16-17; 6:19-20.
Kita menjadi terang bagi bangsa-bangsa – Rasul Paulus dalam Kisah Para Rasul, KPR 13:47; 26:16-18
Tetapi semua terkoneksi (terhubung) pada Kristus! Kita yg menjadi Bait Allah, dengan Kristus sebagai batu penjuru. Kita adalah imam-imam, dengan Kristus sebagai Imam Besar
Kita Melakukan Pelayanan Bersama-sama
Meskipun kita berkata bahwa kita percaya kepada doktrin imamat orang percaya, kita mempunyai dua godaan besar untuk tidak hidup dan bertindak seperti itu di dalam gereja-gereja kita.
Godaan yg pertama ialah mundur atau kembali lagi untuk hidup seperti si pendeta saja adalah imam gerejanya.
Hal ini bisa dilihat dalam cara pikir tentang pelayanan dan caranya pelayanan dilaksanakan keduanya “di dalam” dan “di luar” gereja – maksudnya, ibadah kita ketika kita di dalam Gedung gereja dan pelayanan di dalam kehidupan jemaat.
Dengan pelayanan “di dalam” Gedung gereja, kita bisa berpikir bahwa tugas jemaat “datang, duduk, diam” dan melihat orang yg lain melayani.
Dari segi dua- duanya, para pemimpin gereja dan jemaat, kita bisa berpikir dan hidup seperti orang itu bernanyi, membaca Firmat Tuhan, berdoa, berkhotbah dan orang yg lain duduk di bangku, menonton dan menikmati.
Akan tetapi, seperti diterangkan oleh penulis John Hammett: “Pada artinya Penyembahan (ibadah), imamat orang percaya mengingatkan kita bahwa ibadah itu tidak pernah dimiliki sendiri oleh pengkhotbah atau pemain music, dengan para anggota gereja sebagai penonton.(Hammett, 46.)
Setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi seperti persembahan rohani bagi penyembahan (ibadah).
Dengan dasar konsep teologis dan saksi yg jelas dari Firman Tuhan (Filipi 4:8; Ibrani 13:15-16; Roma 12:1; Matius 21:13), seharusnya kita secara aktif mencarikan caranya untuk melibatkan anggota gereja kita di dalam ibadah raya.
Seandainya kita dengan sengaja tentang pujian yg manan diiringi dan caranya diiringi untuk memotavasi jemaat ikut berpartisipasi.
Kita mungkin meminta jemaat melayani dalam ibadah dengan bagian yang lain: mengundang para jemaat untuk membaca satu nats dari Firman Tuhan, membaca pernyataan (pengakuan) imam atau berdoa satu doa yg sudah dituliskan bersama-sama.
Kita bisa menggunakan setiap unsur dari ibadah raya – doa, perjamuan kudus, nanyian, khotbah pun – dengan sengaja mendorong jemaat berpartispasi.
Hal tersebut (kepercayaan pada doktrin imamat orang percaya) juga bisa dilihat dalam caranya kita berbicara tentang pelayanan gereja diluar hari minggu pagi.
Kalau kita punya ide yg baru untuk hidup gereja kita, bisanya kita berkata seperti berikutnya “Gereja ini seharusnya melakukan gini…”
Pada umumnya untuk kita, hal ini berarti kita berpikir bahwa sang pendeta harus melakukan hal baru tersebut.
Jadi bukan saja kita digodai untuk melaksanakan hari minggu pagi dan ibadah raya seperti pendeta adalah imamnya, tetapi menjalankan demikian sepanjang minggu. Tetapi Perjanjian Baru, “memanggil orang yang memimpin gereja penatua, uskup atau pendeta melainkan tidak pernah dipanggil imam” dan “walaupun kata pelayan sering digunakan untuk meneyebut mereka yg melayani sebagai pendeta, hamba Tuhan (penatua), kata itu juga dapat menggambarkan pekerjaan yang kepadanya semua orang Kristen dipanggil (Efesus 4:12; 1 Petrus 4:10) Hammett, 45.
Walaupun kita sering berkata tentang panggilan khusus untuk melayani sepenuh waktu, dalam pelayan penggembalaan, pada hal ketika Alkitab sendiri berbunyi tentang “panggilan”, hampir selalu panggilan yang umum bagi semua orang Kristen.
Seperti disimpulkan oleh penulis John Hammett, “Pelayanan itu bukan pekerjaan dikhusukan untuk beberapa orang saja, tetapi tanggung jawab semua orang.
Mungkin saja hal ini berarti membaca Alkitab dan berdoa bersama keluargamu, memberitakan Kabar baik dengan saudaramu, tetangamu atau teman kerjamu, mengajak teman dari gereja untuk main di rumah dan makan bersama, dll.
Setiap orang percaya seharusnya memandang vokasi (pekejerjaan hidup), baik tenaga medis, orang usaha, kepetanian, sebagai panggilan dari Allah untuk melayani (melakukan pelayanan). Hammett, 175.
Kita Melakukan Pelayanan di Dalam Kristus
Godaan yg kedua di dalam pelayanan maka kita melupakan tentang Yesus.
Kita dapat terlalu menekankan bahwa kita kerajaan imamat orang percaya dan melupakan Imam Besar Kita.
Kita mungkin berpikir bahwa Yesus sudah menolong kita, tetapi sekarang pelayanan adalah sesuatu yg kita lakukan.
Dengan pemandangan tersebut, yang sudah melupakan bahwa Kristus adalah Imam Besar kita, membuat James Torrance meratapinya:
Kemungkin pada umumnya dan perspektif yg sudah terkenal bahwa ibadah adalah sesuatu orang saleh lakukan, pada utama di dalam gereja pada hari minggu.
Kita pergi ke gereja, kita bernanyi lagu dan pujian kepada Allah, kita bersyafat untuk dunia, kita mendengarkan kepada khotbanya, kita memberikan uang, waktu dan talenta kepada Allah. Tentu saja kita perlu kasih karunia untuk menolong kita lakukannya.
Kita melakukan semuanya itu karena Yesus mengajar kita untuk melakukannya dan memberikan contoh kepada kita bagaimana melakukannya. Tetapi Penyembahan itu apa yg kita lakukan terhadap Allah… semacam penyembahan dalam kekuatan sendiri dengan pertolongan Yesus ibadah.”
Namun kita bukan saja imam-imam kepada Allah kita, itu hanya oleh, dibawa dan melalui Imam Besar Yesus.
Supaya ibadah dan pelayanan apa pun yg kita lakukan, hal-hal tersebut tidak saja karena Yesus tetapi ibadah kita dan pelayanan kita harus juga melalui Yesus.
Hal itu berarti bahwa di dalam gedung gereja pada hari minggu kita mengingatkan bahwa apa yg dilakukan oleh Kristus untuk kita dan untuk keselamatan kita itulah yg pokok (substansi) semua ibadah kita. Dialah yg sudah memberikan pengorbanan yang sempurna, kita hanya menjawab dan bergema apa yg dia sudah melakukan.
Kitab Ibrani menggambarkan Kristus (dalam Bahasa asli) sebagai Leitourgous (ibrani 8:2), WL Kita, Pelayan dari bait suci yg benar yg dibuat oleh Allah dan bukan oleh manusia.
Dia yg menuntun kita dengan penyembahan yg benar dan baik.
Itulah apa yg dikatakan oleh James Torrance, “Apapun ibadah kita, itu amin liturgis kita kepada Penyembahan Kristus.”
Kenyataan ini berarti kita bisa memilih lagu pujian yg memuji lebih banyak tentang siapa itu Kristus dan apa dia lakukuan dan kurang banyak tentang siapakah kita and apa yg kita bisa lakukan.
Hal ini berarti ketika kita berdoa, kita berdoa karena apa yg Kristus sudah melakukan dan sedang melakukan hari ini, syafaat bagi kita.
Itu berarti ketika kita merayakan upacara baptisan, kita dengan jelas mencatat upacara tersebut hanya oleh karena baptisan dari Kristus untuk kita (untuk pertobatan di dalam sungai Yordan dulu dan pada akhirnya di atas kayu salib) sesuai Roma 6,
Hal ini berarti bahwa ketika kita merayakan upacara Perjamuan Tuhan kita melakukan lebih “kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (1 Korintus 11:26)
Thomas Torrance menyimpulkan bahwa untuk beribadah dengan Kristus sebagai Imam Besar kita berarti bahwa “Kita tidak datang kepada Allah , lalu, menyembah Dia dan berdoa kepada- Nya di dalam nama kita sendiri, atau di dalam kepentingan kita, tetapi di dalam nama dan kepentingan Yesus Kristus sendiri, karena Penyembahan dan doa bukan caranya yg kita mengekspresikan diri, melainkan caranya kita meninggikan terhadap Bapa di Surga Anak yg Terkasih, dapat perlindunga dalam pengorbanan penebusan-Nya dan menjadikannya permohonan kita… “Tidak ada apa pun di dalam tanganku dibawa, hanya untuk salibmu aku berpegang teguh
Di luar Gereja: bukan saya, namun Kristus yg hidup di dalam Aku (Galatia 2:20)
Kesimpulan
“Kitab Ibrani ditulis kepada orang-orang Kristen yang pada suatu saat memandang kepada Yesus Kristus dengan iman dan mengikutinya, tetapi kemudian mengalihkan pandangan mereka dari Kristus dan jatuh kembali ke dalam praktik-praktik keagamaan mereka sebelumnya, dengan kepercayaan diri legalistik palsu dalam Lembaga (institusi) dan tata cara manusia (upacara) … Mereka dalam bahaya untuk masuk dalam kemurtadan. Jadi penulisnya mau memberi mereka visi baru tentang Yesus Kristus, imam besar kita, melalui siapa saja kita dapat menemukan pengampunan dan datang ke hadirat Allah yang kudus ”(JBT, 57) TFT, Mediation of Christ, 88.
“Ketika kita mengalihkan pandangan kita dari Yesus Kristus dan ibadah serta persembahan yang telah disediakan Allah bagi kita di dalam Kristus, yang sendiri dapat diterima olehnya, kita jatuh kembali pada ‘agama’ kita… dan gereja yang mengalihkan pandangannya dari Yesus Kristus, satu-satunya perantara penyembahan, berada di jalan menuju murtad ”(JBT, 59)