Yesus Berdoa di Taman dan Kematian

Published on:

Pengkhianatan dan Rencana Jahat terhadap Yesus

Yesus telah berkeliling, mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan mengampuni dosa-dosa mereka yang datang dengan hati yang bertobat. Namun, hal ini menimbulkan kebencian di hati para pemimpin agama. Mereka merasa terganggu oleh klaim Yesus dan takut kehilangan kekuasaan mereka. Karena itu, mereka mulai mencari cara untuk menyingkirkan-Nya.

Tanpa disangka, pengkhianatan datang dari salah satu murid-Nya sendiri. Yudas Iskariot, yang selama ini mengikuti Yesus, setuju untuk menyerahkan-Nya kepada para pemimpin agama dengan imbalan sejumlah uang. Namun, Yesus mengetahui semua yang akan terjadi.

Doa di Taman Getsemani: Pergumulan dalam Kesedihan

Malam sebelum penangkapan-Nya, Yesus membawa murid-murid-Nya ke Taman Getsemani untuk berdoa. Dengan penuh kesedihan, Yesus berkata kepada mereka, “Aku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Ia kemudian berjalan lebih jauh, berlutut, dan berdoa kepada Bapa, “Bapa-Ku, jika mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari-Ku. Namun, jangan seperti yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”

Dalam momen ini, Yesus mengalami pergumulan yang begitu mendalam. Ia tahu penderitaan yang akan datang, namun tetap memilih untuk taat kepada kehendak Bapa. Peluh-Nya bahkan menjadi seperti tetesan darah. Di tengah pergumulan itu, seorang malaikat diutus untuk menguatkan-Nya.

Ketika Yesus kembali kepada murid-murid-Nya, Ia mendapati mereka tertidur. Dengan kesabaran, Ia membangunkan mereka, namun kemudian berkata, “Pengkhianat-Ku sudah dekat.”

Penangkapan Yesus: Pengkhianatan dari Seorang Sahabat

Dalam gelapnya malam, Yudas datang bersama sekelompok prajurit dan pemimpin agama. Ia memberi tanda kepada mereka dengan mencium Yesus, sebuah simbol yang ironis karena mencerminkan kasih, namun digunakan untuk pengkhianatan. Yesus tidak melawan. Ia menyerahkan diri-Nya dan dibawa untuk diadili.

Pengadilan yang Tidak Adil

Yesus dihadapkan pada berbagai pengadilan yang dipenuhi dengan tuduhan palsu. Ia dicemooh, dipukuli, dan dicambuk dengan kejam. Para pemimpin agama mendesak agar Ia dihukum mati. Akhirnya, Pilatus, gubernur Roma, menyerahkan Yesus untuk disalibkan, meskipun ia tidak menemukan kesalahan pada-Nya.

Jalan Salib dan Pengorbanan Yesus

Yesus dipaksa memikul salib-Nya menuju tempat eksekusi. Dalam kondisi yang sangat lemah akibat pukulan dan cambukan, Ia jatuh beberapa kali. Sesampainya di tempat penyaliban, tangan dan kaki-Nya dipaku di kayu salib.

Di atas kayu salib, Yesus menanggung penderitaan yang luar biasa. Meski demikian, Ia masih mengucapkan doa pengampunan bagi mereka yang menyalibkan-Nya: “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.”

Pada tengah hari, kegelapan meliputi seluruh wilayah hingga pukul tiga sore. Dalam kesakitan, Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Dan akhirnya, dengan suara terakhir-Nya, Ia berkata, “Sudah selesai.” Saat itu, Yesus menghembuskan napas terakhir-Nya.

Pemakaman Yesus

Seorang pria bernama Yusuf dari Arimatea, yang diam-diam adalah pengikut Yesus, meminta izin untuk mengambil tubuh-Nya. Dengan penuh hormat, ia membungkus Yesus dengan kain lenan bersih dan meletakkan-Nya di dalam kubur yang baru, yang dipahat dari batu. Sebuah batu besar digunakan untuk menutup pintu makam, dan para prajurit ditempatkan di sana untuk menjaganya.

Ringkasan

Kisah ini menunjukkan ketaatan Yesus kepada Bapa, meskipun Ia tahu penderitaan yang harus Ia tanggung. Pengorbanan-Nya di kayu salib adalah bagian dari rencana keselamatan Allah bagi manusia. Meski Yesus mati, cerita ini belum berakhir. Kebangkitan-Nya akan menjadi bukti kemenangan atas dosa dan maut, membawa pengharapan bagi seluruh umat manusia.

Related

Leave a Reply

Please enter your comment!
Please enter your name here