Dalam pertumbuhan gereja mula-mula, komunitas jemaat dipenuhi dengan kasih dan semangat berbagi. Namun, sebuah peristiwa yang mengejutkan muncul sebagai pengingat bahwa Allah menghargai kejujuran dan integritas lebih dari sekadar penampilan luar. Kisah Ananias dan Safira, yang dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul, memberi peringatan serius tentang konsekuensi dari kebohongan dan tindakan tidak jujur di hadapan Allah.
Latar Belakang Kisah
Komunitas Jemaat yang Saling Berbagi
Pada masa itu, jemaat pertama sering menunjukkan kasih mereka dengan menjual harta benda dan membagikan hasilnya kepada sesama yang membutuhkan. Ini adalah wujud nyata dari kasih Kristus yang mereka alami.
“Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.”
— Kisah Para Rasul 2:44
Namun, dalam suasana kasih yang tulus ini, muncul sebuah pengecualian yang mencerminkan bagaimana keserakahan dan kepalsuan bisa menghancurkan komunitas yang kudus.
Tindakan Ananias dan Safira

Menjual Properti untuk Jemaat
Ananias dan Safira menjual sebidang tanah, seperti yang dilakukan banyak orang di jemaat. Namun, mereka memutuskan untuk menyimpan sebagian hasil penjualan untuk diri mereka sendiri, sementara berpura-pura menyerahkan seluruhnya kepada Allah.
“Tetapi ada seorang laki-laki bernama Ananias, bersama dengan Safira, istrinya, menjual sebidang tanah, dan dengan sepengetahuan istrinya, ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu.”
— Kisah Para Rasul 5:1-2
Masalahnya bukan pada keputusan mereka untuk menyimpan sebagian uang, tetapi pada kebohongan mereka yang menyatakan bahwa mereka memberikan segalanya.
Konfrontasi dengan Petrus
Ketika Ananias memberikan sebagian uang kepada para rasul, Petrus, yang dipenuhi Roh Kudus, menyadari kebohongannya. Dia menegur Ananias, menjelaskan bahwa dosa ini bukan hanya melawan manusia, tetapi juga terhadap Allah.
“Mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus?”
— Kisah Para Rasul 5:3
Ananias segera jatuh tersungkur dan meninggal di tempat. Beberapa jam kemudian, istrinya, Safira, mengalami nasib yang sama setelah mengulangi kebohongan tersebut.
Pelajaran yang Dapat Dipetik
1. Bagaimana Tuhan Menyucikan Gereja Mula-Mula
Melalui kisah ini, Tuhan menunjukkan bahwa kekudusan gereja-Nya harus dijaga. Kejujuran dan integritas adalah hal mendasar dalam kehidupan komunitas Kristen. Dosa Ananias dan Safira menjadi alat Tuhan untuk menyucikan gereja mula-mula dari ancaman keserakahan dan kemunafikan.
2. Allah Melihat Hati
Kisah ini mengingatkan kita bahwa Allah tidak hanya melihat tindakan luar kita, tetapi juga motivasi hati kita. Ketulusan dan kejujuran jauh lebih berharga di mata-Nya daripada upaya untuk mencari pujian manusia.
“Sebab bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”
— 1 Samuel 16:7
2. Kejujuran di Hadapan Allah
Tindakan Ananias dan Safira menunjukkan bagaimana kebohongan, bahkan jika tampaknya kecil, dapat membawa konsekuensi yang besar. Ini menjadi pengingat bahwa hubungan dengan Allah harus dibangun di atas dasar kejujuran dan transparansi.
3. Pengaruh Dosa terhadap Komunitas
Dosa mereka tidak hanya memengaruhi diri mereka sendiri, tetapi juga menciptakan ketakutan dan keretakan dalam komunitas jemaat. Hal ini menunjukkan bahwa dosa pribadi dapat memiliki dampak yang luas pada tubuh Kristus.
“Sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan.”
— Galatia 5:9
4. Pentingnya Integritas dalam Iman
Ananias dan Safira berusaha mendapatkan pujian manusia melalui tindakan pura-pura. Namun, Allah tidak mencari orang yang hanya tampak baik di luar; Dia mencari hati yang murni dan penuh kasih kepada-Nya.
Dampak terhadap Jemaat
Kisah ini mengguncang jemaat mula-mula, menimbulkan rasa takut akan Allah dan menanamkan pentingnya hidup dengan integritas. Ketakutan ini bukan ketakutan yang melumpuhkan, tetapi rasa hormat yang mendalam terhadap kekudusan Allah.
“Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu.”
— Kisah Para Rasul 5:11
Kesimpulan
Kisah Ananias dan Safira adalah peringatan keras tentang bahaya kebohongan dan keinginan untuk mencari pujian manusia. Ini mengajarkan kita bahwa Allah menginginkan hati yang tulus, bukan sekadar tindakan yang terlihat baik.
Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas, menunjukkan kasih dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan kita. Mari kita berdoa agar Roh Kudus membimbing kita untuk selalu hidup dalam kebenaran, menjadikan hati kita tempat yang layak bagi Allah untuk tinggal.